Banyuwangi.Seputarjawatimur.com – Ratusan wartawan yang menamakan dirinya Aliansi Jurnalis Banyuwangi , menggelar aksi didepan gedung DPRD setempat pada Senin (20/5/2024). Aksi kuli para jurnalis tersebut terkait Revisi RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang di nilai akan membelenggu kebebasan pers.
Dalam aksinya, selain menolak Revisi RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, juga menolak pasal Revisi RUU Penyiaran yang melarang siaran bernuansa mistis dan pengobatan supranatural yang ada, Kedua larangan itu tercantum pada Pasal 50 B ayat 2 huruf (f) dan (h) Revisi RUU Penyiaran.
Sebagai simbul penolakan terhadap Revisi RUU tersebut , aksi pun diwarnai penampilan seni jaranan buto lengkap dengan seorang gambuh atau pawang lelembut. Sebagai wujud penggambaran unsur mistis yang melekat erat dalam seni produk budaya Banyuwangi.
“Menurut kami, larangan siaran bernuansa mistis dan pengobatan supranatural, bertentangan dengan semangat pelestarian budaya Banyuwangi, bahkan budaya Nusantara,” ucap Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Banyuwangi, Syamsul Arifin.
Produk budaya Banyuwangi, lanju Syamsul Arifin, seperti jaranan buto, seblang, kebo keboan dan lainnya, rata-rata mengandung unsur mistis. Keseluruhan, harus terus digaungkan termasuk melalui media penyiaran agar tetap lestari.
“Termasuk pengobatan supratanural, itu juga bagian dari budaya kami, bahkan budaya Nusantara juga. Perlu dicatat, pengobatan supranatural yang diwariskan leluhur, sudah ada sebelum Nusantara mengenal pengobatan medis,” cetus pria yang akrab disapa Mas Bono ini.
Perlu digaris bawahi pula, menurut Syamsul , budaya merupakan karakter dan identitas bangsa. Jika hal-hal terkait budaya, seperti unsur mistris dan pengobatan supranatural dilarang disiarkan, bisa berimbas hilangnya karakter bangsa. Itu sangat berbahaya.
Selama aksi, perwakilan organisasi pers Bumi Blambangan, bergantian turun orasi. Mulai dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), IJTI, serta sejumlah komunitas jurnalis. Seperti Komunitas Jurnalis Banyuwangi Selatan (JBS), Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT) Divisi Media Media Informasi dan Komunikasi ormas balawangi (DISKOMINFO BALAWANGI) Info Warga Banyuwangi (IWB) dan lainnya.
Teriakan dari para awak media tentang “Tolak Revisi RUU Penyiaran, Lawan upaya pembungkaman kemerdekaan pers,” terus mewarnai jalannya aksi tersebut.
Seperti gelombang demo tolak Revisi RUU Penyiaran diseantero Indonesia, disini awak media turut menyuarakan penolakan terhadap larangan penyiaran liputan investigasi. Larangan penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik. Serta menolak Pasal 8 A huruf (q) dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa terkait kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Selesai berorasi, massa Aliansi Jurnalis Banyuwangi, menyerahkan surat dan penggalangan tanda tangan sikap menolak Revisi RUU Penyiaran kepada perwakilan DPRD Banyuwangi. Selanjutnya, dewan diminta meneruskan surat ke DPR RI.
“Aspirasi akan kami sampaikan kepada pimpinan DPRD Banyuwangi, untuk ditindaklanjuti,” ucap Kabag Umum DPRD Banyuwangi, Sulistyowati.
Dalam aksi tolak Revisi RUU Penyiaran, seratus lebih wartawan di Banyuwangi, kompak mengenakan busana hitam sebagai wujud berkabung atas adanya upaya pembungkaman kemerdekaan pers. Sedang pemakaian udeng tradisional dan pagelaran seni jaranan buto, merupakan bentuk perlawan terhadap pasal yang melarang penayangan siaran mengandung unsur mistis dan pengobatan supranatural, yang berpotensi menghilangkan budaya Banyuwangi .( gus)