Kediri.Seputarjawatimur.com- Remediasi atau pemulihan dilakukan sejak bulan November tahun 2023.
Tahapan pengambilan sampel dimulai pada bulan November 2023 – Maret 2024,karena hasilnya masih belum memuaskan berikutnya mulai bulan Mei 2024- Juni 2024 diadakan pengambilan sampel kembali.
Hasilnya dari 14 titik ada 4 yang masih belum mencapai nol Total Potreleum Hidrokarbon nya (0-TPH) pada bulan Mei, akan tetapi pada saat samplingnya terakhir,ternyata ada 3 titik yang rumahnya Bapak Sugiono,Bapak Heri dan Ibu Semi yang masih tercemar,sedangkan untuk yang lain itu memang sudah 0-TPH.
“Untuk yang masih cukup tinggi yaitu sumur nya Sugiono 59-TPH,Heri 10-TPH, Semi 9,5,L-TPH,”kata Ipung Fitri Purwanti dari Institut Tehnologi Sepuluh November (ITS),bagian lab Remediasi Lingkungan.
“Dan kemarin tanggal 18 juli 2024,kami telah menyampaikan hasil ini ke DLHPK Kota Kediri ,dan merekomendasikan tentang tindak lanjut yang harus dilakukan untuk mendapatkan 0-TPH,” imbuhnya
Pihak kuasa hukum dari SPBU Tempurejo Zakia Rahma mengatakan ,menindaklanjuti dari hasil labnya pihak ITS menyatakan dari 14 sumur,ada 11 sumur yang sudah tph-nya 0, jadi tinggal hanya tinggal 3 sumur dengan kadar yang sudah dipaparkan tadi di depan pertemuannya tersebut,
“Sebenarnya kalau kita berbicara secara logika ,atas dasar pada surat kesepakatan itu harusnya kan tanggung jawabnya dari pihak SPBU itu hanya kepada tiga warga saja yang kadar Tph-nya masih belum nol,”urainya
Tetapi kita tidak mau ribut, dalam pertemuan ini saya sampaikan tadi sudahlah dari warga bagaimana maunya dibuat secara tertulis,bagaimana nanti kita teruskan dan sampaikan ke pihak SPBU,meskipun dari pihak SPBU sebenarnya ya mana sih mana ada sih orang yang mau dirugikan,
“Ngomong sudah hasilnya seperti itu masih tetap aja diminta memberikan kompensasi supaya bersih dan tetap suplai air minum , seharusnya hanya tiga warga itu saja,mana ini masalahnya tidak akan selesai, masih akan merambat kemana – mana,” tambahnya
Kalau mau seperti itu dan kami pun dari pihak SPBU menyarankan membuat surat pernyataan,”Pada intinya kami tidak akan lepas dari tanggung jawab.
atas tiga warga itu tetap melaksanakan treatment baik itu pengurasan, memberikan dispesansi kemudian pengujian dan komunikasi juga tidak akan kami putus, terkait air minum dan juga air PDAM tetap kita hanya memutus dari 11 keluarga itu saja karena kami merasa sudah mencapai TPH 0 ,” jelas firma hukum EB5758 Nusantara Zakia Rahma
Sementara Kepala Dinas Dlhkp Imam Muttakin menyatakan,kami akan terus mengawal terkait dengan proses normalisasi ini ,”Jadi kalau dilihat tadi kan masih ada sisa 3 sumur tuh yang belum 0-TPH, nah itu masih akan tetap kita dampingi terus ,”terangnya
“Untuk dilakukan treatment terhadap 3 sumur itu dan juga 5 sumur terbuka lainnya, agar nanti diharapkan semuanya bisa betul-betul 0-TPH,”jelasnya
Tadi ada beberapa saran juga dari tim ITS seperti yang ada di pakai filter saringan dan sebagainya dan juga minta diborkan di area di luar sumur termasuk salah satu solusinya,”Jadi seperti apa nanti tinggal bagaimana dengan SPBU saat ini kan masih di sampaikan ke pimpinannya,”ungkap Imam
Ditempat yang sama Lurah Oryza,mewakili warga terdampak,mengatakan warga hanya minta sederhana ,yaitu mintanya sumur kembali kesedia kala,tidak meminta kompensasi macem macem
“Warga saya lelah sekali,mandi aja sekarang dihitungi,berapa gayung coba bayangkan,kalau normal sih mau mandi berkali kali dalam sehari sehari tidak maslah,segitunya nasib warga kami,”ungkapnya
Tapi warga kami tadi mau musyawarah menyusun apa yang akan diinginkan ke pihak SPBU
“Dengan catatan meminta yang masuk akal,akan kebutuhan nya,kalau sudah fix nanti saya teruskan ke Camat Pesantren baru ke pihak SPBU,” Oryza Menegaskan.
Dari media yang sempat dilakukan kembali, Kuasa Hukum SPBU mengaku, benar kami telah mengirimkan surat balasan kepada warga pada hari kamis tanggal 08 Agustus 2024, pada intinya dalam surat balasan tersebut SPBU tidak dapat memenuhi tuntutan baru yang diajukan oleh warga.
Kenapa ? karena mendasar pada UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, jika terjadi pencemaran maka yang harus menangani yang pertama adalah DLHKP selaku pihak yang mendapat delegasi dari Walikota. DLHKP nantinya yang berurusan secara langsung dengan warga sesuai dengan tupoksinya, sambil dilakukan penelusuran apakah pencemaran benar terjadi disebabkan oleh kebocoran pipa dari SPBU, selanjutnya apakah kebocoran tersebut secara sengaja dilakukan oleh SPBU atau tidak sengaja / kelalaian SPBU.
Namun di sengaja atau tidak disengaja, DLHKP harus turun menyelesaikan masalah warga / masyarakat. Jika terbukti masalah pencemaran disebabkan oleh SPBU, maka sesuai UU DLHKP dapat meminta ganti rugi kepada SPBU atas biaya – biaya yang sudah dikeluarkan, serta dari hasil DLHKP, DLHKP dapat memberikan saran kepada Pemkot untuk memberikan surat peringatan kepada SPBU, menghentikan operasional SPBU, dan mencabut izin SPBU.
Namun fakta yang terjadi di lapangan tidak demikian, SPBU dihadapkan langsung dengan warga, DLHKP hanya memantau dan memonitoring saja, tanpa adanya action. Semua diselesaikan dan dihendel oleh SPBU dengan biaya sampai dengan saat ini mencapai ± Rp. 1 M, dengan rincian sebagai berikut :
– Santunan kepada 16 warga @ Rp. 1,5 juta per bulan, total sampai dengan saat ini ± Rp. 288 juta
– Pasokan air PDAM setiap bulannya Rp. 15 juta, total sampai dengan saat ini ± Rp. 180 juta
– Pasokan air minum sampai dengan saat ini totalnya ± Rp. 115 juta
– Biaya Pendampingan / Treatment dari ITS sampai dengan saat ini ± Rp. 500 juta
Yang mana ini semua adalah musibah, bukan murni kesalahan SPBU.
Sehingga dalam surat balasan tersebut SPBU menerangkan dari hasil pertemuan dan pemaparan yang diterangkan oleh pihak ITS, dari 13 sumur warga, 11 sumur sudah dinyatakan TPH nya 0, tinggal 3 sumur lagi yang masih ada kadar TPH didalamnya. Maka SPBU menghentikan segala bentuk bantuan kepada 13 warga dari 11 sumur yang sudah dinyatakan TPH nya 0 oleh ITS, sedangkan untuk 3 warga yang sumurnya masih terdapat kandungan TPH, maka bantuan tetap diberikan seperti biasa.
Tolong bagi semua instansi pemerintah, para penguasa, dudukkan hukum dan aturan sesuai dengan tempatnya, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penerapan tugas dan fungsi DLHKP untuk masyarakat Kota Kediri.
Sementara itu Imam Muttakin Kepala DLHKP Kota Kediri juga memberikan balasan konfirmasinya atas isi surat tersebut dimana,
1. saat ini masih kami komunikasikan dengan pihak SPBU terkait dengan tuntutan baru dari para warga tersebut. yang jelas memang selama ini sesuai dengan perjanjian antara warga dan spbu, ada kewajiban dari SPBU untuk memenuhi kebutuhan air bersih dari warga yang terdampak.
2. kami sangat menyayangkan adanya opini dari tim kuasa hukum spbu yang seperti itu. saya tidak mau menanggapi terlalu jauh, hanya mungkin rekan2 media perlu mengingat, bahwa ketika pertama kali peristiwa ini terjadi, pihak pemkot telah memberikan suplai air bersih selama beberapa bulan kepada warga. kemudian pemkot juga yang melakukan survey penelitian pencemaran dengan menggandeng ITS sampai kemudian diketahui sumber asal pencemaran adalah dari SPBU, semua biaya pada saat itu ditanggung oleh Pemkot. Disamping itu, saya memang buka ahli hukum tapi setahu saya sesuai UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya pasal 53 dan 54 dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan serta wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Kami sangat menghargai upaya SPBU sejauh ini yang telah melakukan pemulihan pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan usahanya dan berharap kejadian ini bisa diselesaikan dengan baik, untuk dapat melanjutkan pemulihan lingkungan yang tinggal selangkah lagi.
3. perlu dicermati bahwa sesuai dengan perjanjian antara spbu dan warga, bantuan/kompensasi akan berakhir bila air warga telah sesuai dengan baku mutu air bersih bukan hanya dengan menggunakan parameter TPH yang sudah 0. padahal sesuai dengan hasil uji lab dari ITS kemarin dari beberapa parameter baku mutu air bersih yang disampaikan masih ada beberapa yang diatas baku mutu. adapun langkah yang akan kami ambil sesuai hasil rapat dengan kelurahan, kecamatan, pertamina dan spbu yang kami undang tapi tidak hadir, saat ini antara lain:
a. Melakukan pengeboran sumur warga yang terdampak
b. Pengeboran dengan kedalaman minimal 17 m, berdasarkan hasil analisis dari uji geolistrik tim ITS
c. Pemasangan casing/paralon sebanyak 3/ 4 pipa
d. Diameter lubang sumur 2 dm
e. titik pengeboran ditentukan dengan memperhatikan hasil uji geolistrik dari tim ITS
Dengan syarat dan ketentuan hasil pengeboran diujikan kualitas air bersih dan memenuhi baku mutu air bersih serta juga akan diujikan air sumur warga yang tidak terdampak pencemaran dan masih difungsikan sehari hari, sebagai pembanding rerata kualitas air bersih di kawasan lingkungan tsb.
4. Pada intinya warga mengharapkan air sumur mereka dapat dipakai kembali seperti sebelum adanya pencemaran.
Dan Ini kronologis langkah-langkah yang sudah kami ( DKLH ) tempuh setelah paparan dari ITS kemarin:
1. Diawali oleh penjelasan penyampaian hasil pendampingan pemulihan oleh tim ITS tgl 2 Agustus 2024 bertempat di Kel. Tempurejo dengan di hadiri oleh : Camat Pesantren, Polsek Pesantren, Koramil Pesantren, SPBU & Tim kuasa hukumnya, Pimpinan PT Pertamina Kediri, Kelurahan Tempurejo dan warga masyarakat terdampak yaitu 14 sumur warga dengan jumlah 16 KK, yang mana hasil dari paparan Tim ITS yaitu : setelah melalui pemulihan selama ini dari 14 sumur yang tercemar TPH (total petroleum hidrocarbon), 11 sumur sudah dinyatakan bersih dan 3 sumur masih tercemar.
3. Dan warga merasa keberatan karena sumur yang dinyatakan sudah 0 TPH tetapi masih berbau..
4. Menyikapi hal tersebut DLHKP melakukan langkah cepat yaitu bekerja sama dengan Dinas Kesehatan hari senin tanggal 5 Agustus 2024 melakukan pengambilan sample semua sumur warga yang terdampak dengan maksud untuk mengetahui kualitas air bersihnya, dan hasilnya keluar hari rabu tgl 8 Agustus yang mana khusus 3 sumur yg masih tetcemar TPH juga masih belum sesuai baku mutu air bersih, sedangkan yang 11 sebagian besar sudah sesuai baku mutu air bersih.
5. Selanjutnya tgl 9 Agustus 2024 pukul 13.00 DLHKP mengundang khusus : SPBU & kuasa hukumnya, PT pertamina, Bagian Perekonomian, Kec Pesantren dan Kel Tempurejo dengan acara menyikapi hasil tes baku mutu air bersih dan mencari solsui mengatasi sumur warga yang masih berbau dengan hasil keputusan untuk mencoba diadakan pengeboran dengan kedalaman diatas 17 m, khususnya di rumah yang dinyatakan 0 TPH tapi masih berbau
6. Tgl 10 Agustus 2024 atau hari ini DLHKP sudah melakukan koordinasi dengan warga saudara Satriyo, dimana besok pagi hari minggu tgl 11 agustus 2024 DLHKP akan melakukan pengeboran dengan kedalaman diatas 17 meter, dengan menggunakan cashing paralon sedalam 16 m, dengan harapan air yang keluar lebih bersih dan sesuai baku mutu, karena rata rata air warga kedalaman hanya 4-5 meter.(Tar)